Minggu, 31 Mei 2009

Pencemaran Lingkungan Awal Konflik Sosial

Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Cilacap. Dalam kehidupan perekonomian, pertanian merupakan sector utama bagi mayoritas penduduknya sedangkan pada subsektor nelayan hanya digeluti oleh sebagaian besar penduduk yang tinggal di pesisir pantai selatan. Sebagai salah satudari tiga kawasan utama di Jawa Tengah selain Semarang dan Surakarta, pemerintah kota Cilacap terus mengadakan program investasi bagi para investor yang akan menanamkan modalnya. Pengembangan kawasan industri Pmbangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Karangkandri, Kecamatan Kesugihan yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak tanggal 14 November 2006 merupakan salah satu bentuk riilnya. Adanya pembangunan proyek tersebut diharapkan mampu mengakibatkan adanya perubahan yang lebih baik di segala aspek kehidupan masyarakat di sekitar di Cilacap kurang memberikan dampak positif bagi kesejahteraan penduduk di Kabupaten Cilacap.

Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Cilacap yang berbahan bakar batubara tersebut sebenarnya menimbulkan 2 pandangan yang saling bertolak belakang. Di satu sisi PLTU mempunyai kebaikan karena terkait kemampuan memproduksi listrik dengan biaya murah dibandingkan dengan sistem pembangkit listrik lainnya. Namun, di sisi lain PLTU batubara juga mempunyai keburukan karena merupakan sumber pencemaran lingkungan yang menjadi konflik sehingga mengakibatkan masalah sosial baru bagi warga masyarakat di sekitar PLTU Cilacap.

Adanya pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah milik PLTU Cilacap merupakan kegiatan pemanfaatan alam secara semena-mena. Anggapan bahwa alam sebagai gudang yang sangat luas berisi berbagai persediaan cadangan bahan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama untuk memenuhi permintaan energi listrik yang semakin meningkat melalui PLTU batubara. Alasan demikian mendorong pihak-pihak tertentu yang dalam hal ini adalah pihak PLTU dalam memanfaatkan kekayaan alam untuk mencapai segala tujuan tanpa berpikir panjang dampak yang ditimbulkannya. Akibatnya tanggungjawab terhadap kelestarian alam pun menjadi semakin tipis. Selain itu, adanya teknologi yang semakin maju dan canggih juga termasuk salah satu sarana yang digunakan untuk menguasai potensi yang terkandung dalam alam. Bahkan teknologilah yang kemudian dijadikan sebagai kekuatan besar yang dijadikan alat pemenuhan tujuan dan kepentingan pihak-pihak tertentu.

Limbah pembuangan akibat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Cilacap telah menimbulkan masalah pencemaran lingkungan yang luar biasa dan tidak kunjung selesai bagi warga masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU Cilacap. Namun, berbeda bagi pihak PLTU Cilacap yang menganggap bahwa masalah sosial tersebut merupakan hal yang biasa. Walaupaun terjadi interaksi, tetapi pertentangan kepentingan yang tidak bisa dihindarkan inilah yang kemudian menimbulkan konflik nilai sehingga masalah sosial pun sulit untuk mendapatkan titik terangnya. Konflik dalam masalah ini diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi setelah adanya aktivitas perubahan yang kemudian mengakibatkan dampak yang tidak dikehendaki bahkan cenderung merugikan kepentingan orang lain. Padahal, pada kenyataannya perubahan tersebut merupakan salah satu cara yang diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Seperti halnya pengembangan proyek PLTU di Cilacap, pihak PLTU sendiri menginginkan peningkatan perindustrian untuk mengejar produksi dan keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan demi pemenuhan kebutuhan tersebut pemanfaatan dan eksploitasi alam pun dilakukan tanpa brpikir panjang terhadap dampak-dampak yang menyeluruh. Namun, berbeda dengan warga masyarakat yang tinggal di sekitar pembangunan PLTU yang merasa dirugikan. Hal ini disebabkan karena sebaran polutan yang berwarna putih kecoklat-coklatan pekat terus beterbangan ke rumah penduduk di sekitar penampungan flay ash batubara terutama bagi warga masyarakat Dusun Kewasen dan Perumahan Griya Kencana Permai Desa Karang Kandri, Kecamatan Kesugihan. Walaupun stasiun pembangkit listrik batubara telah menggunakan alat pembersih endapan (presipitator) untuk membersihkan partikel-partikel kecil dari asap pembakaran batubara, tetapi pencemaran debu terus terjadi akibat tiupan angin timur pesisir pantai selatan Cilacap yang berhembus kencang ke arah pemukiman warga terutama saat musim kemarau. Akibatnya warga masyarakat menjadi tidak nyaman dan khawatir terhadap gangguan kesehatan sistem pernapasan dalam jangka waktu yang panjang.

Masalah sosial dalam kasus tersebut bukanlah disebabkan karena individu yang immoral, tetapi adanya konflik alamiah diantara berbagai pandangan masyarakat. Banyaknya masalah pencemaran lingkungan seperti debu yang hampir setiap hari mencapai tebal 1 cm karena tiupan angin kencang maupun sumur-sumur warga masyarakat yang menjadi asin telah meresahkan kenyamanan warga yang tinggal di sekitar komplek PLTU Cilacap. Selain itu, pencemaran lingkungan juga berdampak bagi kehidupan perekonomian warga masyarakat karena kondisi lahan pertanian yang tidak lagi subur mengakibatkan panen hanya menjadi 1 kali dalam setahun. Bahkan bagi para nelayan, sejak limbah cair PLTU dibuang ke pantai, ikan-ikan pun banyak yang mati karena limbah cair tersebut dibuang denagn suhu panas dan mematikan ikan-ikan di sekitar pantai. Akibatnya wilayah tangkapan ikan dan pendapatan nelayan menjadi berkurang.

Tuntutan warga masyarakat yang terkena dampak inilah yang kemudian menjadikan konflik dengan pihak PLTU, sedangkan warga masyarakat hanyalah menginginkan adanya penyelesaian dari masalah ini karena sejak PLTU dibuka atau bahkan sampai saat ini belum ada titik terang dari masalah ini. Namun, tuntutan warga masyarakat kurang begitu didengar oleh pihak PLTU sendiri karena dalam proyek pembangunan ini pihak PLTU lebih mengejar kepada tujuan utama pembangunan kawasan industri dengan biaya operasi kurang lebih 30% lebih rendah dibandingkan sistem pembangkit listrik yang lain.

Adanya wewenang dan posisi dalam masalah tersebut secara tidak merata telah menjadi salah satu faktor yang menentukan konflik secara sistematik. Perbedaan wewenang merupakan suatu tanda adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Kekuasaan dan wewenang menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Oleh karena wewenagn itu sah, maka setiap individu dalam masalah ini adalah warga masyarakat di sekitar proyek PLTU harus tunduk atau bahkan menerima dengan lapang dada tentang problematika yang ditimbulkan akibat limbah yang dikeluarkan. Sehingga masyarakat selalu berada dalam golongan yang saling bertentangan yaitu antara penguasa dan yang dikuasai. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan yang bertentangan secara substansial. Pertentangan tersebut terjadi dalam situasi dimana golongan yang berkuasa seperti pihak PLTU yang berusaha mempertahankan statur quo dalam mengembangkan proyek menyediakan energi listrik melalui PLTU batubara. Sedangkan golongan yang dikuasai seperti warga masyarakat sekitar PLTU Cilacap berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan agar proses pembuangan limbah PLTU lebih disterilisasikan kembali tanpa harus merusak kelestarian lingkungan alam yang berdampak pada kehidupan warga masyarakat.

Selain itu, masalah sosial yang bersumber dari suatu konflik sosial akan timbul apabila dalam masyarakat tidak terdapat saluran yang mapan dan dapat mengakomodasikan brbagai aspirasi, nilai dan kepentingan yang saling berbeda tersebut. Karena saluran yang mampu berfungsi itu akan dapat mencegah atau setidaknya mengurangi letupan permusuhan yang bersifat terbuka. Bahkan, saluran yang terlembagakan dalam masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan untuk meredam konflik terutama antarwarga masyarakat dan pihak PLTU menuju kesepakatan atau konsensus.

Untuk menangani masalah akibat pencemaran akibat pembangunan PLTU di Cilacap salah satunya adalah dengan melakukan perencanaan pencemaran yang makin parah dengan jalan konservasi. Perencanaan tersebut didasarkan pada banyak tidaknya limbah di kawasan tertentu maupun dapat tidaknya limbah tersebut didaur ulang. Adsanya program tersebut diharapkan mampu menjadi landasan dalam mendorong keberhasilan penanganan masalah yang kemudian aktivitas pembangunan pun ada keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi sumber alam. Sehingga bukan hanya konflik antara tujuan konservasi dengan tujuan pembangunan yang diutamakan, tetapi pertemuan di antara keduanya untuk mencapai tingkatan kualitas hidup yang tinggi.

Dari kenyataan tersebut, terlihat bahwa proses suatu pembangunan yang bertujuan dalam usaha perbaikan kondisi kehidupan telah mendatangkan kerawanan terhadap kelestarian lingkungan. Adanya kerawanan tersebut akan semakin dipahami mengingat dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat melalui proses pembangunan telah dilakukan usaha yang semakin baik dalam memanfaatkan sumber daya tersebut telah ditambah pula dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang semakin canggih dan maju. Sehingga jika diteliti lebih jauh, telah terjadi konflik antara tujuan pembanguan, khususnya perekonomian dan tujuan pencagaran. Selain itu, adanya penegasan suatu konflik juga terlihat apabila pendekatan pembangunan proyek PLTU di Cilacap lebih diorientasikan pada peningkatan produksi yang cepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar